Burden Sharing Kebijakan Tak Di Lanjutkan

Jakarta, (HeadlineNews Indo)– Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan tidak akan melanjutkan kebijakan burden sharing atau pembagian beban bunga utang Surat Berharga Negara (SBN) antara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia (BI).

Ia juga menegaskan Presiden Prabowo Subianto tak pernah meminta penerapan skema tersebut dalam kebijakan fiskal pemerintahannya.

“Saya semaksimal mungkin tidak akan memakai burden sharing itu,” kata Purbaya dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia INDEF di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Selasa (28/10).

Menurutnya, skema burden sharing berpotensi mengaburkan batas antara kebijakan fiskal dan moneter. Padahal, BI sengaja dibuat sebagai lembaga independen agar kebijakannya tak dipengaruhi oleh perubahan politik maupun pemerintahan.

“BI dipisahkan dari pemerintah agar berdiri sebagai bank sentral independen. Dengan begitu, politik dan pergantian pemerintahan tidak akan memengaruhi kebijakan bank sentral yang berdampak jangka panjang,” ujarnya.

Purbaya menambahkan kerja sama pembagian beban dengan BI hanya relevan pada kondisi luar biasa, seperti krisis ekonomi, tapi tetap harus ada batas yang tegas agar fungsi keduanya tidak tumpang tindih.

“Biarkan moneter di pihak moneter, jalan sendiri sesuai dengan pakemnya. Saya akan jalan dengan pakem-pakem fiskal,” tutur Purbaya.

 

Lantas, apa itu skema burden sharing?

Sederhananya, burden sharing adalah pembagian beban pembiayaan antara pemerintah dan bank sentral. Skema ini memungkinkan BI ikut menanggung sebagian bunga utang pemerintah dari penerbitan SBN, kebijakan yang biasanya dilarang dalam kondisi normal karena berisiko terhadap independensi moneter.

Burden sharing pertama kali diterapkan pada masa pandemi Covid-19. Saat itu, pemerintah menghadapi kebutuhan dana besar untuk penanganan kesehatan, perlindungan sosial, dan pemulihan ekonomi.

Melalui serangkaian Surat Keputusan Bersama (SKB) I hingga III, BI setuju untuk membeli SBN langsung dari pemerintah di pasar perdana dan ikut menanggung sebagian bunga utangnya.

Dalam praktiknya, burden sharing dibagi dalam dua kategori pembiayaan. Pertama, public goods, yakni kebutuhan publik seperti kesehatan, perlindungan sosial, serta program kementerian dan pemerintah daerah.

Untuk kategori ini, beban bunga ditanggung seluruhnya oleh BI melalui mekanisme private placement dengan tingkat kupon setara BI Reverse Repo Rate.

Kedua, non-public goods, yaitu pembiayaan untuk pemulihan ekonomi seperti dukungan bagi UMKM dan korporasi non-UMKM. Dalam skema ini, beban bunga ditanggung pemerintah sepenuhnya mengikuti tingkat bunga pasar (market rate). Di kutip dari CNN Indonesia (*)

Related posts
Tutup
Tutup